ketika harga sebatang pohon cukup untuk membayar utangmu
Pagi ini iseng saya membuka situs berita nasional di internet. Mata ini terpaku pada sebuah berita, yang sesungguhnya sudah seminggu ini bergulir, namun karena ketiadaan tayangan TV di rumah, saya jadi tak sempat mengikuti perkembangannya. Dan tanpa terasa airmata mengalir deras di pipi saya.
Ya, kasus Nenek Artija dan anak kandungnya.
Si anak kandung yang menggelandang ibunya kepada yang berwajib – sampai sini, saya merasa sesak membayangkannya, sejak kapan seorang anak TEGA menggelandang ibu kandungnya sendiri ke polisi? – karena disinyalir sang ibu telah menebang sebuah pohon – what?? Sejak kapan menebang pohon bisa menjadi sebuah kejahatan ibu tak terampuni oleh seorang anak kandung? – untuk menyangga rumah si ibu yang memang sudah dalam keadaan reyot – bukankah tugas seorang PUTRA mengayomi dan mengurusi ibunya di masa senjanya? Mengapa rumah reyot tak lantas membuat si anak berinisiatif memperbaiki rumah si ibu? – dan menurut pengakuan si ibu, pohon itu memang tumbuh di halaman rumah si ibu, bukan si anak – oke sampai di sini, cukup…
Persetan di mana pohon itu tumbuh…
Persetan siapa yang menebang…
Persetan siapa yang menanam pohon itu…
Dan persetan dengan kerugian yang ditimbulkan karena ditebangnya pohon itu!
Persetan siapa yang menebang…
Persetan siapa yang menanam pohon itu…
Dan persetan dengan kerugian yang ditimbulkan karena ditebangnya pohon itu!
Sebandingkah arti sebatang pohon dengan payah lelahnya mengandungmu selama 9 bulan?
Sebandingkah harga sebatang pohon dengan tetesan air susu yang kau isap selama 2 tahun penuh?
Sebandingkah harga sebatang pohon untuk menyangga rumah reyot ibumu dengan peluh dan airmatanya tatkala ratusan benang syaraf terputus saat perjuangan melahirkanmu berlangsung?
Sebandingkah harga sebatang pohon dengan doa-doa yang terbait di setiap desah nafasnya untukmu tatkala kau meriang demam dan tangis rewelmu membahan di malam-malam pekat?
Sebandingkah airmata dan jeritnya di pengadilan untuk memohon agar kau mengampuninya, dengan pelukan memaafkannya padamu tatkala kau berbuat kesalahan memecahkan vas bunga atau gelas kaca di dapur rumahmu?
Sebandingkah ruangan sel penjara sempit yang menantinya di sana, dengan samudera cinta tak bertepinya?
Sebandingkah hukuman (konyol dan tolol) yang menantinya esok hari dengan kasur yang direlakannya untukmu tidur sementara dia rela tidur di selembar tikar tipis?
Atau barangkali kau sudah mengajaknya menunaikan rukun kelima dalam agamamu sebanyak 70 kali sehingga kau merasa berhak memperlakukannya sedemikian keji?
Sebandingkah harga sebatang pohon dengan tetesan air susu yang kau isap selama 2 tahun penuh?
Sebandingkah harga sebatang pohon untuk menyangga rumah reyot ibumu dengan peluh dan airmatanya tatkala ratusan benang syaraf terputus saat perjuangan melahirkanmu berlangsung?
Sebandingkah harga sebatang pohon dengan doa-doa yang terbait di setiap desah nafasnya untukmu tatkala kau meriang demam dan tangis rewelmu membahan di malam-malam pekat?
Sebandingkah airmata dan jeritnya di pengadilan untuk memohon agar kau mengampuninya, dengan pelukan memaafkannya padamu tatkala kau berbuat kesalahan memecahkan vas bunga atau gelas kaca di dapur rumahmu?
Sebandingkah ruangan sel penjara sempit yang menantinya di sana, dengan samudera cinta tak bertepinya?
Sebandingkah hukuman (konyol dan tolol) yang menantinya esok hari dengan kasur yang direlakannya untukmu tidur sementara dia rela tidur di selembar tikar tipis?
Atau barangkali kau sudah mengajaknya menunaikan rukun kelima dalam agamamu sebanyak 70 kali sehingga kau merasa berhak memperlakukannya sedemikian keji?
Seandainya kau anggap itu semua sebanding dan utang pada ibumu telah lunas, maka saat ini juga, ambillah sekop, lalu siapkan pemakaman untuk ibumu sendiri.
Bukankah kau merasa berhak untuk itu?
Bukankah itu sepadan?
gambar dari sini |
Ih iyaaa, tega banget tuh anak ya :((
ReplyDeleteWindi teguh
naudzubillah wind, spechless aku...
Deletekita ini hidup dijaman apa sie
ReplyDeletekmrn yang nembak "preman" disebut ksatria
skrng ibu dipenjara gara sepotong kayu
indonesia semakin aneh
entahlah, tp yang pasti, anak ini (dan banyak generasi zaman sekarang) jelas mengalami kemerosotan moral dan nilai-nilai agama... naudzubillah :(
DeleteDoa saya untuk Nenek Artija
ReplyDeleteaamiin...
Deletesalam kenal.....saya juga gemes banget baca beritanya....semoga Aja nenek Artija diberi kekuatan oleh sang MAHA Pencipta dalam menghadapi kasus ini
ReplyDeletesalam kenal juga :)
Deleteallahumma aamiin...
sungguh tega sekali mngkin dia lahir dr batu bkn dr rahim ibunya,memang secara hukum pencurian harus di hukum seandainya nenek artijah di vonis bersalah Dan hrs gnti rugi 3jt spti tuntutan jaksa saya siap untuk mengganti uang pada ank durhaka tersebut tetapi hakim jg harus menjatuhkan denda pd ank durhaka berapa biaya yg dikeluarkan ne2k artijah mulai ank itu dlm kandungan smpi besar biar adil.
ReplyDeletesungguh tega sekali mngkin dia lahir dr batu bkn dr rahim ibunya,memang secara hukum pencurian harus di hukum seandainya nenek artijah di vonis bersalah Dan hrs gnti rugi 3jt spti tuntutan jaksa saya siap untuk mengganti uang pada ank durhaka tersebut tetapi hakim jg harus menjatuhkan denda pd ank durhaka berapa biaya yg dikeluarkan ne2k artijah mulai ank itu dlm kandungan smpi besar biar adil.
ReplyDelete