Ketika Kelak, Kau Pergi

Malam ini Nak, mama belajar meramu dan memahami, ketika seorang anak meminta restu orang tuanya untuk menikah dan mengarungi hidup bersama orang yang dicintainya, ketika itulah hati para orang tua patah sepatah-patahnya. Ya, saat-saat di mana si anak yang tadinya cuma bayi ingusan atau bocah dekil kakinya penuh debu bekas main pasir di halaman atau penuh lumpur karena baru bermain di bawah rinai hujan dengan rambutnya yang basah berantakan, air yang menetes dari ujung-ujung kaos membasahi lantai, baju dan celana sudah tidak jelas bentuknya, campuran antara basah kena hujan dan bekas tanah becek di lapangan bola kompleks sebelah, antara menatap takut-takut kepada mamanya dan perasaan senang tiada tara karena begitu menikmati permainan. Ya, bocah yang mengambil resiko dimarahi habis-habisan karena tidak tidur siang, justru memilih bermain di bawah rinai hujan atau berpanas-panas terik hanya untuk mengejar layangan lepas itu, akhirnya punya pilihan hati, duduk meminta izin dengan keras kepalanya untuk minta restu, itu benar-benar momen tak terdefinisikan.

Seperti malam ini, selepas isya, kamu yang awalnya merengkuh leher dan mukena mama itu, memilih menjauh dan menyusul asal suara riuh kakak-kakakmu, tanpa mengacuhkan panggilan mama yang berulang-ulang, itu benar-benar momen tanpa definisi yang sanggup meremas-remas hati mama, nak. 


Oke, nak, kamu gak dengar suara mama ya? Kamu memilih bergabung bersama kakak-kakakmu, ya? Kamu memutuskan bahwa riuh itu lebih menarik ketimbang menarik-narik mukena mama? Bukankah kelak kita akan menghadapi hal ini nak? Bukankah kelak kamu akan memilih dan memutuskan sesuatu yang besar untuk hidupmu, bersama pendampingmu kelak, yang sejatinya akan menggantikan tugas  mama memasakkan makanan kesukaanmu, menyiapkan baju-bajumu, mengurusimu saat kamu jatuh sakit, dan dia bukan mama, kan nak? Akan tiba masanya kamu akan tidak mendengar suara panggilan mama seperti saat ini, karena hidupmu sudah terlalu riuh dengan anak dan istrimu kelak? Akan tiba masanya kamu akan menemukan kamu sedang menimbang-nimbang, mana yang lebih penting, panggilan mama, atau hidup barumu yang jauh lebih menarik dan penting? Akan tiba masanya kamu tidak membutuhkan mama lagi, kan?


Dan momen itu, beriringan dengan momen sederhana semacam tangan mungilmu yang sering mencengkeram kancing-kancing baju daster mama untuk minta ASI, bersamaan dengan kaki-kakimu yang memanjang dan mulai belajar berdiri, sok-sokan gak mau dipegangi, pasti akan tiba. Maka untuk saat ini, nak, demi waktu sekarang, izinkan mama menikmatinya, mengendapkan setiap cinta yang berhamburan di sekelilingmu lalu dikristalisasi untuk kemudian disimpan di dalam kotak kenangan di sudut hati, untuk bekal kekuatan mama di usia senja kelak, ketika kamu tidak mendengar suara panggilan mama, atau terlalu sibuk di dalam lingkaran hidupmu.



Ya? Boleh ya?

Comments

Post a Comment

Terimakasih yaa sudah mampir dan berkomentar ^^

Popular Posts