Tentang Kita, Mama, dan Pulanglah

Membersamaimu, mama, di dalam untaian bait doa. Demi masa lalu, saat kau dan aku melaju di atas motor tua di pagi sibuk itu, mengantarkanku ke sekolah, atau di siang terik itu, menjemputku pulang sekolah, atau di sore sejuk itu, berkeliling kompleks untuk kemudian singgah di warung gorengan atau martabak telur kegemaranku.

Meraba dalam gelap jarak yang terentang, mencoba menangkap setiap pertanda nyata dan mimpi, atau di antara keduanya, apakah di dalam tidur atau bangunmu sedang mengingat dan merinduiku seperti halnya aku di sini, membuka satu per satu lipatan-lipatan kenangan – tertawamu omelanmu pertanyaan bawelmu peluk dan kecupmu yang seakan selalu tercharge ulang setiap pagi menyapa – mencoba menebak setiap teka teki yang dilontarkan hidup di sepanjang perjalanan kita, mama, berdua, yang dimulai sejak perginya abah dari sisimu.



Kita selayaknya dua manusia tak terpisahkan sejak itu, bukan ma? Dari bertiga saja dengan abah, menjadi berdua saja, kita bersama – rapuh dan saling berpegangan sepeninggal abah – seperti kapal kehilangan nakhoda. Berbagi ranjang, berbagi indomi rebus, berbagi jok motor, berbagi cerita sembari mengucek cucian, berbagi rahasia sembari tak berhenti mengunyah kacang goreng bertabur garam dan bawang putih kesukaanmu.


Ada apa sebenarnya dengan kita di saat-saat tertentu kita tidak sejalan? Ada apa sebenarnya dengan kita di saat-saat kita berselisih paham akan banyak hal? Ada apa sebenarnya dengan kata-kata yang kadang tak sepantasnya terlontar? Ada apa denganku yang sering tak memahami perbedaan kita? Bukankah sejak awal kita memang berbeda mama? Kau yang penuh dengan kecemasan-kecemasan berlebihan dan aku dengan sikap selebor dan keras hatiku yang seringnya tidak bersedia mengalah dan merendahkan suara dan egosentris? Ada apa sebenarnya, mama? Padahal kita selalu terhubung melalui benang tak terlihat -- tentu saja, karena aku adalah sebagian dirimu -- sejauh apapun jarak, selebar apapun perbedaan pendapat, sesengit apapun perselisihan.

Malam ini, malam Ramadhan pertama tanpamu di rumah besar merah. Rindukah mama? Karena rumah merah merinduimu, mama. Karena kamar itu sepi tanpa langkah tertatihmu. Karena suwung itu kangen senandung lagu jadulmu. Karena lorong-lorong itu menjadi gelap tanpa tangan keriputmu yang menekan tombol lampu. karena ranjang besi kesukaanmu itu sudah menunggu untuk kau lepaskan lelah dan kesah setelah seharian merenda hari.

Karena mama, Puji, kangen mama. Sembuhlah mama. Sembuhlah. Cepatlah sembuh. Sembuhlah… sembuhlah mama…  sembuhlah. Sembuhlah. Sembuhlah, sembuhlah, sembuhlah. Dan pulanglah ke rumah merah kita.



Comments

  1. berkunjung kemari sambil menyimak, selamat menunaikan ibadah puasa, salam. ditunggu kunjungan baliknya ya ^_^

    ReplyDelete
  2. Mama kadang dikangenin tp kalau deket kadang ngebelin mba, hehehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih yaa sudah mampir dan berkomentar ^^

Popular Posts