Ada Apa?





Barangkali memang mulai harus membatasi hati dan lisan untuk terlalu banyak berkomentar.
Kita memang tidak bisa mengendalikan simpul apapun di kepala pembaca atau pendengar, atas apa-apa yang kita cetuskan.
Ada yang merasa legowo dengan tulisan kita. Ada yang merasa berterimakasih sudah diingatkan.

Namun ada juga yang merasa tersindir dan terzholimi, merasa masalah dia sungguh teramat sangat berat, nasibnya sungguh malang, dan menuding balik si penulis "Mudah bagimu menuliskan itu, tentu saja karena nasibmu jauh lebih baik dariku! Coba saja kau mengalami hal yang sama, bisakah kamu mengaplikasikan nasehatmu itu?!"

Hey, ada apa dengan nasehat? Ada apa dengan mengingatkan bahwa kita masih punya Allah? Ada apa dengan mengingatkan bahwa kehilangan itu bukan akhir dunia? Ada apa dengan mengingatkan nasibmu masih jauh lebih beruntung daripada wanita2 yang terpaksa menyapu jalanan untuk memberi makan anak2nya? Atau yang dengan selembar uang 10ribu harus memutar otak agar bisa cukup untuk makan siang dan malam anak-anaknya?

Saudariku yang kucintai karena Allah. Aku bukanlah siapa-siapa. Aku bukan orang bijak.
Aku hanya belajar dari apa-apa yang pernah kualami. Menarik benang merah dan menyimpulkannya sendiri, dengan kedua tangan dan kedua kaki lelah payah, dengan air mata yang tak perlu publik tahu kapan dan kepada siapa kutumpahkan.

Berhentilah merasa menjadi orang yang paling malang. Kamu tidak pernah tau apa yang orang lain alami, yang jauh lebih memilukan, namun mereka memilih untuk tidak menceritakannya di dalam kolom kosong "What's on your mind?".

Sungguh, aku hanya ingin bertanya.
Ada apa?

Ah sudahlah. Abaikan. Maafkan.

Comments

Popular Posts