Rendang dan Kalio Daging



Assalamu’alaikum…

Jadi, saya masih duduk di depan komputer, di ruang tamu di rumah saya ini, dengan secangkir kopi luwak, dengan anak-anak yang riuh berisik bermain di dalam kamar, suara TV yang menayangkan film kartun Super Wings favorit si bungsu dari player menambah riuhnya, kalau kata pak ayah mah ini bukan orang yang nonton TV, tapi TV yang nonton orang huahaha… baiklah, anggap saja itu notifikasi bahwa rumah ini masih hidup seperti biasa :p


Berantakan dan kerjaan rumah yang gak kunjung selesai, kadang bikin saya benar-benar merasa lelah – padahal belum beberes apa-apa. Laah? Yes, siapa yang gak lelah dengan keadaan rumah 11-12 sama kapal pecah? Lantai yang balik lagi ‘pliket’ gak lama setelah dipel, mesi cuci yang dalam hitungan menit kemabli berisi pakaian kotor padahal baru beberapa saat sebelumnya dikosongin – dicuci maksudnya ya Ceu, bukan dilondri. Mainan yang dalam sekedipan mata kembali bertebaran di mana-mana, padahal beberapa detik sebelumnya sudah diberesin. Gelas bekas minum yang mendadak bertebaran di aats meja, padahal baru ditinggal merem sebentar, atau meleng dikiiit aja, adaaa aja yang tumpah, heuheu… Emosi emak mana yang level kesabarannya turun hingga ke tingkat paling rendah? Ember mana ember...

Beberapa waktu yang lalu baca tulisan Kiki ini, saya berasa ngaca aja gitu hahaha... Seperti halnya saya yang pernah menggantungkan mimpi di atas puncak paling tinggi, berharap suatu saat bisa meraihnya untuk kemudian hidup bahagia dan nyata adanya. Beberapa tahun yang lalu, menemukan beberapa teman alumni di SMA dan universitas, yang sekarang eh WOW, benar-benar gemilang bersinar karirnya, yang ketika saya lihat wajahnya semringah bahagia bersama anak dan pasangannya – di foto facebook tentu saja. Yes, ternyata semua orang punya cerita dan tentunya, ujian masing-masing.

Perihal alm mama yang pernah kecewa dengan pilihan hidup saya, perihal saya yang sampai beberapa tahun yang lalu masih suka menerawang dan membangun imajinasi bagaimana kalau sayalah yang ada di dalam foto itu, sedang berdiri bersama suami dan anak-anak saya dengan wajah tersenyum dengan sejuta bangga yang saya persembahkan kepada alm mama. Bagaimana rasanya? Entah. Wong saya gak mengalami kok wakakaka…

Namun itulah hidup ya. Apa yang dulu kita sangka baik untuk kita ternyata tidak menurut Allah. Namun tentu saja, Allah menggantinya dengan yang tidak kalah kerennya. Apa itu? Kesempatan untuk mewujudkan mimpi anak-anak kita. Tidak ada yang tidak berbayar, bukan? Begitu pula dengan apa yang dulunya mimpi ternyata tidak terjadi nyata, pasti dibayar Allah dengan harga yang tidak main-main. Pekerjaan sebagai ibu yang jam kerjanya tidak berbatas dengan gaji tidak terdefinisi dengan bilangan mata uang manapun. Dan yes, sepakat dengan Kiki, ternyata memutuskan untuk berada di dalam ruang tamu berantakan ini tidak buruk-buruk amat, mencuci setumpuk piring dan segunung pakaian juga gak sepayah yang dibayangkan, karena hey, mereka bertumbuh kembang di tengah jerih payah kita menjaga makanan sehat untuk mereka, mereka semakin cerdas dengan rumah yang kita urus setiap hari, mereka semakin menakjubkan di bawah pengawasan kita, dan satu per satu cita-cita mereka terwujud, dengan asbab doa-doa kita sebagai ibu! What an amazing job. Ibu.

Dan si ibu ini, tempo hari masak rendang daging sapi – seperti biasa, atas request anak-anak J yes, mereka dengan requestnya inilah yang membuat saya membuka mata setiap hari dengan sejuta rencana, pergi ke pasar, beli bawang, belanja minyak goreng dan memilih daging, untuk kemudian dimasak dan hey, kadang gas habis, lupa beli daun jeruk dan cabe merahnya makin mahal saja, dan kenyataannya wajah mereka bahagia banget ketika masakan saya itu terhidang di atas meja makan bersama sepiring nasi yang masih ngebul, trus makannya nambah dong dan nasinya habis gak bersisa, bisa bikin mood saya yang anjlok bisa balik lagi bahkan melonjak. Fabiayyi aala irabbikuma tukadziban?



Rendang Daging
(diadaptasi dari resepnya mbak Endang JTT)

-1kg daging sapi has dalam, potong melintang serat dengan ukuran sesuai selera
- 1/2 kg kentang ukuran kecil, kupas dan goreng
- 2 buah kelapa, diambil santan kentalnya sekitar 1 liter santan – saya pakai air kelapanya untuk membuat santan
- 1/2 butir kelapa parut setengah tua, sangrai hingga kecoklatan, haluskan

Bumbu halus :
- 100 gram cabai merah kering, buang biji dan rebus sebentar
- 125 gram bawang merah
- 75 gram bawang putih
- 4 cm jahe
- 2 buah kunyit, masing-masing seukuran jari telunjuk orang dewasa
- 5 buah serai, ambil bagian putihnya saja
- 2 sendok makan ketumbar bubuk yang telah disangrai
- 2 sendok teh merica bubuk
- 10 butir kemiri sangrai
- 1/2 sendok teh jinten
- 1/2 buah pala

Bahan lainnya:
- 50 ml minyak untuk menumis
- 2 bonggol lengkuas, masing-masing sepanjang 3 cm, memarkan
- 6 lembar daun salam
- 6 lembar daun jeruk purut dirajang halus
- 10 butir cengkeh
- 6 buah kapulaga jawa
- 5 buah kembang lawang/pekak
- 1 sendok makan garam
- 2 sendok makan gula jawa, sisir halus
- 2 sdm air asam jawa

-panaskan minyak, tumis bumbu halus sampai wangi
-masukkan bahan lain seperti lengkuas, daun salam, daun jeruk, cengkeh, kapulaga, bunga lawang, gula jawa dan asam jawa.
-masukkan daging dan kentang, aduk rata.
-masukkan santan kental, aduk rata, biarkan santan terserap dengan api kecil, teruslah mengaduk agar rendang tidak gosong di bagian bawahnya – di sini kadang saya merasa lelah, qaqaq -_-
-masukkan serundeng halus, aduk terus sampai benar-benar kering.


Nah kalau di saya, masak rendang ini gak sekaligus sampe kering gitu. Saya melalui beberapa tahap yang begitu santan mulai menyusut saya matikan apinya, tutup wajan dan biarkan selama 1 jam. Dagingnya sudah matang dong kak, jadi boleh lah kalau mau icip-icip, apalagi anak-anak senangnya dengan masakan yang ada kuah ya, jadi lumayan lah mereka gak hanya nyium aromanya, tapi juga bisa buat lauk makan wakakaka…


Satu jam berikutnya, saya hidupkan lagi api kecil, masih sering diaduk yaa. Tunggu sampai santan lebih susut lagi, matikan lagi apinya. Nah ketika santan mulai menyusut sekali namun masih ‘nyemek’, ini dinamakan kalio – yang fotonya saya di bawah ini. Besoknya saya panaskan lagi, sampai benar-benar kering dan berubah menjadi lebih gelap lagi warnanya – mengarah ke warna hitam. Maka jadilah rendang. Dan mulailah saya dengan gerakan penghematan, mengingat gas yang dihabiskan dan lengan berotot tercipta selama pembuatan, sebagian saya simpan di wadah tertutup, masukin kulkas untuk kemudian dinikmati tatkala musim paceklik tiba. Mudah bukan, membuatnya? *dilindes bu Sisca Soewitomo*.


Eh masih bisa loh ini buat bagi-bagi tetangga. Saya bikin sekilo daging jadinya lumayan banyak. Apalagi campur kentang ya kak, jadi pas ngasih banyakin aja kentangnya wakakakak… ups, ketahuan deh :p


Jadi, selamat mencoba dan semoga bermanfaat yaa.

Comments

Popular Posts