Tentang Mangut Iwak Pe dan Cerita Kemarin



Assalamu’alaikum J

Jadi, memang, ada kalanya mengalah dengan keadaan tidak lantas membuat kita jadi pecundang ya? Justru berdiri lebih rendah daripada yang lain itu terkadang membuat mata kita menajdi lebih leluasa memandang sekeliling, dan ternyata begitu banyak hal yang terlupa dan luput dari mata ketika berada di ketinggian. Banyak hal yang ternyata menyenangkan untuk dinikmati, banyak suara yang ternyata selama ini tenggelam dalam riuh angkuh, banyak kesempatan yang ternyata terlewatkan untuk dipelajari.

2 minggu terakhir ini saya benar-benar tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Kenapa? Apa lagi kalau bukan karena kamera yang sedang sakit. Juga beberapa masalah pelik yang seakan tidak ada akhirnya. Ah, lebay benar saya ya. Banyak hal yang saya usahakan untuk menjadikannya sedikit terlupakan. Buku, kamera handphone, masak, baking, anak-anak, dan yang terakhir, saya benar-benar sibuk mengurusi tiga bocah tanpa ayahnya selama 4 hari penuh. Iya, ayah pulang ke Semarang kemarin. Sekarang sih sudah balik, fiuhhh 4 hari yang sibuk, yang berganjar setumpuk oleh-oleh dari ibuk dan beebrapa sahabat ayah.

Alhamdulillah… sempat mewek karena kamera yang dibawa ayah gak mendapatkan pasangan lensa – mahal Cyiin heuuu, namun terganti dengan senyuman dan kelegaan ketika kedua tangan panjang ayah memeluk saya dan anak-anak seraya berucap “kangen keluargaku…” Ah! Saya yang tadinya mewek gegara kamera dan kangen Semarang, jadi malu sendiri. Satu kardus penuh bawaan ayah itu adalah ganti yang luar biasa mewah untuk sedihnya saya.


Satu hal yang sering bikin saya jatuh rindu dengan Semarang, adalah masakan ibuk. Ya, masakan ibuk yang tidak hanya bikin anak lanang rindu, tapi juga membuat si menantu ayu dan solehah  ini penasaran, ada apa sih dengan tangan ibuk? Masakan yang dimasak ibuk itu seakan punya daya gravitasi yang selalu membuat kami rindu dan ingin kembali.  


Pertama kali saya diperkenalkan dengan masakan satu ini, juga langsung bikin jatuh hati. Masakan yang sedikit mirip dengan Ketupat Kandangan ini tidak berhenti menebar rindu. Kenapa? Ya kali, ikan yang dipake gak ada yang jual di bumi Kalimantan, heuu. Cari aja ikan pe asap, pedagang ikan di pasar mesti memandangmu heran -_-“




Mangut Iwak Pe. Saya ssuuukkkkaaaaa masakan ini. Ini jadi semacam menu wajib yang ibuk bakalan masak kalau kami mudik. Tentunya dengan pedas membakar khas sayur mangut ya, sediakan saja satu bakul nasi hangat dan segalon teh es, nikmat! Mangut ini bisa dibuat menggunakan jenis ikan asap atau panggang apa saja. Bisa ikan Pe atau ikan Pari, ikan Lele, ikan Tongkol, atau Ndas Manyung (kepala ikan Manyung). Nah kemarin, pak ayah bawain ikan pe asap dan ndas manyung, daaan berhasil membuat saya melonjak kegirangan sembari membayangkan bakal masak enaaak 2 hari ke depan.


Dan setelah menelepon ibuk demi memastikan resep, saya akhirnya mengeksekusi masakan ini. Rasanya? 11-12 lah sama masakan ibuk – iya kaliiii resepnya ibuuuuk! Ini resepnya yaa…

Mangut Iwak Pe
(Sumber : IBUK!)

-10 potong iwak pe asap
-6 potong ndas manyung
-1 buah terong, potong-potong
-pete secukupnya – sesuai selera, kalau gak suka pete boleh diskip
-5 buah bawang merah – rajang tipis
-1 batang serai memarkan
-2 lembar daun salam
-daun jeruk
-1 liter santan dari 1 butir kelapa
-gula merah
-gula
-garam
-minyak untuk menumis

Bumbu halus :
-10 siung bawang putih
-10 siung bawang merah
-1 ruas kencur
-1 ruas kunyit
-5 buah kemiri
-cabe rawit secukupnya sesuai selera
-cabe merah besar secukupnya

Cara :
-Panaskan minyak, tumis bumbu halus sampai wangi, masukkan bawang merah rajang, daun salam, serai, daun jeruk, aduk rata.
-masukkan santan, gula merah, garam dan gula, tunggu mendidih.
-kecilkan api, masukkan ikan dan terong, tutup wajan.
-masak sampai bumbu meresap, tetap dengan api kecil.
-masukkan pete, tutup lagi, biarkan mendidih 5 menit, angkat.
-sajikan dengan nasi hangat.




Jadi, selamat mencoba dan semoga bermanfaat ya :) Wassalamu'alaikum ;)

Comments

  1. mbak Pujiii, ibukku juga paling jago kalo bikin mangut iwak pe, aku nyontek berkali2 gabisa nyamain, bukannya 11-12, 2-12 malah saking anjloknya hahaha.
    eniwei, cant agree more with your thought. ketinggian yang membuat jumawa, seringkali malah bikin lelah. nice writing kakaaak

    ReplyDelete
    Replies
    1. ahaha, aku mah menghibur diri sendiri aja Ki, kalo dibanding masakan ibuk sih sebenernya jauuuuh - dalam hal rasa dan dalam artian sebenarnya, yakali pan beliau di Semarang wkwkw... trims udah mampir dan baca tulisan gaje ini kak :D

      Delete

Post a Comment

Terimakasih yaa sudah mampir dan berkomentar ^^

Popular Posts