bukan untuk merayakan apapun
“Sesungguhnya Allah
SWT pada hari kiamat berfirman : “Dimanakah orang yang cinta mencintai karena
keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi dengan menunggu-Ku dihari yang
tiada naungan melainkan naungan-Ku” (H.R. Muslim)
Mencintaimu, suamiku, adalah seperti embun selepas hujan,
terkadang bersembunyi mengintip malu di rimbun dedaunan, namun terasa hadirnya
oleh sejuknya.
Mencintaimu, suamiku, adalah bagaimana cara memandang hidup
dari sisi berlawanan, yang terkadang mematahkan jalan pikiranku, dan nyatanya
kau (hampir) selalu benar, dan itu tak lantas membuatmu merasa paling benar
lalu kita terberai.
Mencintaimu, suamiku, adalah bagaimana belajar berbagi tanpa
mengurangi jatah masing-masing lalu menjadi sempit, namun justru membuatnya
kian besar dan lapang.
Mencintaimu, suamiku,
adalah sebuah usahaku tanpa henti, untuk terus mempelajarimu, memahamimu, mengenalimu, mendeskripsikanmu dengan bahasa
sederhanaku agar otak dan hatiku berjalan sinkron.
Mencintaimu, suamiku, adalah ketika aku harus memahami aku
bukanlah satu-satunya prioritasmu tanpa kau bermaksud mengenyampingkanku, namun
kau sebagai imam adalah keutamaanku, dan nyatanya kita memang lebih kaya
daripada sekedar memiliki satu sama lain.
Mencintaimu, suamiku, adalah ketika aku belajar
mengendalikan gejolak yang melompat-lompat ingin keluar melalui verbal tanpa pikir
panjang, dan memahami bahwa kau pun sedang mempelajari hal yang sama, karena
kita sama-sama tahu, kita jauh lebih besar daripada sekedar masalah tak bisa
membayar utang atau gossip tetangga tentang gaya hidup sederhana kita, atau
orang luar yang ingin mencoba mengoyak apa yang sudah kita rajut.
Mencintaimu, suamiku, adalah ketika kita terjebak di
persimpangan perbedaan namun tak lantas membuat kita mengambil jalan berbeda
karenanya. Adalah ketika kita berdiskusi panjang jalan mana baiknya tanpa
mengenyampingkan pendapat satu sama lain. Adalah ketika kita memutuskan untuk
terus saja, berbalik arah, atau berhenti sejenak sembari menunggu terbukanya jalan lain.
Mencintaimu, suamiku, adalah ketika belajar membuka hati
ketika kritikmu tersampaikan, bukan bermaksud untuk menjatuhkan, melainkan
menjalankan janji awal ; saling mengingatkan.
Mencintaimu, suamiku, adalah belajar tak berbesar kepala
ketika untaian kalimat cinta tak terucap verbal melainkan melalui lelaku, lalu tak
lantas merasa jumawa ketika kau tak menangkupku di dapur sumur kasur sebagai
sebuah kewajiban, dan caramu membuat bidadari surga cemburu padaku dengan
menutup sebagian besar lahirku dari pandangan khalayak.
Mencintaimu, suamiku, adalah ketika aku belajar menertawai
kesedihan dan sensitifitasku akan segala sesuatu yang menimpa hatiku, karena
nyatanya aku memilikimu sebagai anugerah tak ternilai yang tak sepadan jika
dibandingkan dengan airmata galauku.
Mencintaimu adalah bagaimana belajar menjalankan rumahtangga
layaknya cinta Ali dan Fatimah dalam kepasrahan kepadaNya. Pernahkah kau
mendengar cerita betapa Fatimah memarahi Ali ketika Ali pulang, menemukan pintu rumah
dalam keadaan terkunci sementara Fatimah pulas tertidur di dalam, lalu Ali
memilih untuk tidur di serambi masjid nan dingin dan berdebu, karena tak ingin
mengganggu tidur Fatimah? Sungguh aku tak ingin menyamakan kebaikanmu dengan
kemuliaan Ali, namun kau memang lebih memilih menungguku bangun untuk sekedar
menikmati kopi sembari mengobrol daripada membangunkanku.
Sengaja kuposting tulisan ini sehari sebelum hari kelahiranmu, suamiku, karena sejatinya kita memang sepakat untuk tidak merayakan apapun di dalam rumah ini. Hanya sebagai pengingat diri ini dan kita. Hanya sebagai kontemplasi diriku, sudah pantaskah aku mengemban predikat istri dari seorang imam rumahtangga sepertimu. Ya, kita adalah kekurangan dan sudah sepakat untuk melengkapi, dan jika ketika berlebihan kita sudah sepakat untuk membagi.
Bukan dari tulang
ubun ia dicipta, sebab berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja
Tak juga dari tulang kaki, karena nista menjadikannya diinjak dan diperbudak
Tak juga dari tulang kaki, karena nista menjadikannya diinjak dan diperbudak
Tetapi dari rusuk kiri, dekat ke hati untuk dicintai, dekat ke
tangan untuk dilindungi
Jika cinta adalah
matematika, maka yang mencintai kita akan mengalikan kebahagiaan sampai tak
hingga, membagi kesedihan hingga tak berarti, menambah keyakinan hingga utuh,
dan mengurang keraguan hingga habis
~ Salim A Fillah~
gambar dari sini
Comments
Post a Comment
Terimakasih yaa sudah mampir dan berkomentar ^^