Cerita Untuk Semesta : Fasten Your Seatbelt...


Sabtu, 27 April 2013



Kemarin pagi, sepanjang perjalanan menuju Banjarmasin dan kemudian jeda sebentar di airport untuk kemudian lanjut trip ke Sidoarjo, Nak, timeline media sosial penuh dengan ungkapan bela sungkawa, kesedihan mendalam, kehilangan mendadak seorang ustadz terkenal di negeri ini.

gambar dari sini



Wartawan seperti beroleh harta karun. Semua stasiun televisi dan berbagai situs berita online menyajikan update terbaru berita terkait. Semua selalu perihal kesedihan. Semua berita bukan berita baik-baik saja. Ya, bukankah ketika semua baik-baik saja, tak aka nada berita, Nak?

Sekali lagi, Nak, ini berita tentang kematian. Di sepanjang jalan Tanjung-Banjarmasin pun kami berulangkali menemui bendera hijau di halaman depan rumah penduduk. Lagi-lagi, berita duka.

Ya, kematian, lagi, kematian. Tentang siapa yang mati di sepanjang jalan menuju Banjarmasin itu, mama jelas tak tahu siapa mereka, Nak. Tidak seperti sang ulama yang memang kerapkali menghiasi pertelevisian negeri ini. Itulah barangkali sebabnya mereka begitu antusias menyalatkan dan mengantarkan sang mayit menuju peristirahatannya.

Foto-foto beliau menggantikan DP narsis sebagian besar kontak mama, teriring ucapan belasungkawa.

Tidak demikian halnya dengan mamamu ini, Nak. Apa yang terlihat jelas adalah mereka yang ditinggalkan. Istri yang kehilangan suami. Anak yang kehilangan bapak. Ibu yang kehilangan anak. Sahabat yang kehilangan teman berbagi. Ya, sesungguhnya ujian adalah untuk mereka yang ditinggalkan. Untuk mayit, tentunya ujian untuknya seorang saat dia mempertanggungjawabkan segala keduniawiannya di hadapan Sang Khalik.

Tak terbayang Nak, seberapa deras airmata yang tumpah. Seberapa keras tangis yang keluar dari mulut-mulut anaknya. Seberapa parah kerusakan patah hati istri yang kehilangan suami. Seberapa lama membuatnya kembali lagi seperti sesaat sebelum berita kematian menghantam. Seberapa goyah pondasi yang telah dibuat bertahun-tahun.


Itulah, Nak, yang bernama takdir. Tak ada sesiapapun yang bisa memprediksikannya, mendekati pun kita tak kuasa. Begitu banyak lelaku yang memastikan kita terjaga dari malapetaka. Memasang sabuk pengaman. Memakai helm. Mempersiapkan berbagai asuransi. Memastikan APAR bekerja dengan baik dan terpasang di setiap dapur rumah.  Apapun. Namun siapa, siapa Nak, yang kuasa menang bila berhadapan melawan takdir?

Karenanya Nak, mama ingin menambahkan satu lagi daftar yang harus kita lakukan dalam hal mempersiapkan diri dengan kedatangan kabar tak terduga Sang Takdir. Yang mungkin selama ini begitu kita lupakan atau sengaja lupakan seakan semua pasti akan baik-baik saja.

Mempersiapkan diri. Mempertebal iman. Meninggikan ikhlas, bahwasanya segala yang kita miliki sebenarnya bukan milik kita, sama sekali bukan hak kita, walaupun sederet surat sertifikat berstempel menyatakan demikian. Mulai membagi cinta. Membaginya pada Si Empunya yang kita merasa punya. Dan pastikan, Nak, cinta itu, jauh melebihi daripada cinta kepada yang kita sangka kita punya!

Dan ketika kita berhasil menciptakan cinta yang jauh lebih besar porsinya itu kepada Dia, khusnul khotimah bukan lagi hanya sekedar frasa di setiap doa kita. Airmata bukan lagi berupa ledakan emosi tanpa kendali karena tak kuasa kehilangan, namun menjadi pengiring doa ikhlas kita untuk dia yang meninggalkan kita. Ini hanya masalah waktu, kita hanya menunggu giliran.  

Masih begitu banyak urusan duniawi  kita yang kelak pun harus kita pertanggungjawabkan.


Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?" (QS An-Nisa 4:78)

gambar dari sini

Sidoarjo - Jawa Timur, 27 April 2013 08.12 pm



Comments

Popular Posts