Perkara Doa


Maka benarlah, doa yang kau panjatkan untuk saudaramu itu serupa sebuah kerikil yang kau lempar ke tengah danau, gelombangnya akan terus bergerak sampai ke pinggir
untuk kemudian kembali lagi ke tengah.
Maka doakan saja 'mereka' dan tunggu saja gelombang doa baik itu akan kembali kepadamu.
***

Tempo hari secara gak sengaja saya baca sebuah postingan salah seorang teman. Hm, sepertinya sih dia ditag temannya sebuah note atau status, atau semacamnya lah. Atau sepertinya dia komen di tulisan temannya itu. Entahlah saya sudah lupa. Yang pasti tulisan itu seperti membekas di kepala saya dan seperti kaset yang terus-terusan diputar bolak-balik. Gengges.

Tentang mendoakan orang-orang di sekeliling kita. Itu cukup, kalau saya boleh bilang, mengganggu saya. Bukan, bukan karena saya tidak setuju, tapi lebih karena saya gak pernah memikirkan untuk melakukannya. Oh ya, saya sering kok berdoa untuk anak-anak saya, kedua orang tua saya, atau untuk korban-korban di Palestina, atau untuk saudara seiman di Rohingya dan Suriah sana. Tetapi untuk satu kasus, saya tidak pernah berpikir untuk melakukannya. Yaitu mendoakan mereka yang saya benci. Padahal konon doa seperti itulah yang ijabah ya. Doa baik tentunya. Bukan doa jahat untuk membalas perlakuan mereka terhadap saya.

Seberapa sering sih kita mendoakan orang lain? Yang ada kita berdoa buat sendiri, kan? Padahal konon katanya, doa orang yang teraniaya itu didengar Allah dan diaminkan malaikat. Koreksi ya kak kalo salah. Tentunya doa yang baik, sekali lagi, bukan doa yang jahat, kan? Memangnya ada doa jahat? Halah dibahas.

Pak ayah pernah bilang sama saya, memberi, bersedekah, atau at least berbuat baik kepada orang yang kita sayang, orang yang baik, atau orang yang memang butuh bantuan itu sudah biasa. Tapi memberi dan berbuat baik kepada mereka yang seringkali nyinyir dan melecehkan kita, itu luar biasa susah. Bahkan gak pernah kepikiran, ya kan? Misal, kita bikin kue, kita bagi-bagiin tetangga. Eh ndilalah ke tetangga yang nyinyir kita tetiba gak rela ngasih, atau ngasih tapi setelah mikir beberapa jenak lalu menghela nafas gak ikhlas. “Ah paling-paling ntar dinyinyirin juga…” Gitu kan? Bener gak? Bener aja deh daripada benjut :p

Tapi ya itu tadi, mengalahkan rasa gak ikhlas dan mengajak rasa benci untuk berdamai itu susah. Menebas suudzon sampai ke akarnya itu juga sangat sulit, menggantinya dengan pikiran positif bahwasanya apa yang kita lakukan ini, tiap senti dan usaha, tidak ada yang sia-sia. Kalaupun tidak dibalas cash di dunia, yakin deh kelak akan dihitung sebagai pahala. 

Kadang kita dengan sejuta perasaan terzalimi dan segudang rasa tersinggung tatkala dia, orang yang ‘berseberangan’ dengan kita kembali nyinyir dan melecehkan. Jumawa dengan semilyar rasa bangga dan sok iye menggelontorkan banyak bukti dan referensi akan kesalahan pilihan kita. Merasa pintar dan bangga mengajak berdebat sementara kita sekuat tenaga menahan jempol dan mulut untuk membalas. Nah, di sinilah letak nafsu negatif itu. Pikir lagi deh, emang yang dia share itu ditujukan buat kita? Emang yang dia maksud itu kita? Nah kalo bukan? Bukannya ngabisin energi ya? Tapi nih kalo memang iya, lalu kenapa? Dia berhak bukan bicara apa saja, berpendapat apa saja? Dia berhak lho merasa pintar, karena memang dia pintar dan berpendidikan, bukan? Lalu kenapa? Situ siapa punya hak apa berkomentar dan membalas kenyinyiran dia, apalagi sampe melarang? *ngomong sama cermin* Hayoo, mules gak sih bacanya?

Yes, saya sering seperti itu. Rendah diri, merasa kalah, merasa tertindas, tidak terima, iri, dan marah, serupa bisikan negatif yang terus menyelinap tanpa henti ke kisi-kisi hati. Bahkan sering membuat migrain kembali datang dan tidak jarang terlampiaskan ke orang-orang sekitar. Capek.

Nah, kembali lagi ke tulisan teman saya tadi, akhirnya saya mengerti, bahwasanya tidak selalu perlakuan negatif  orang lain kepada kita itu harus kita balas dengan kenegatifan juga. Kalau selama ini saya diam, gak membalas, itu juga gak terlalu benar. Kenapa? Diam, tapi memendam dongkol di hati, bukannya menambah penyakit hati ya? Seperti halnya penyakit yang disebabkan oleh tumpukan bakteri atau virus yang gak sanggup dilawan oleh imun tubuh, akhirnya bikin sakit beneran kan? Diam dengan membiarkan rasa benci terus menerus tumbuh subur, bukannya menambah aura negatif yang justru bikin kita lemah dan akhirnya tumbang? Jangan lupa, setan tidak pernah membiarkan kita tenang tanpa menumbuhkan aura negatif di dalam hati, kan?

Konon, yang benar adalah, doakan dia dalam keterdiaman kita. Doakan apa saja yang positif. Doakan agar hidupnya berkah, agar rejekinya lancar, agar karirnya bagus, agar anak-anaknya selalu sehat dan cerdas, agar segala urusannya mudah, agar kondisi rumah tangganya baik-baik saja. Serah sih dia mau ngomong apa perihal kita, katanya sih ignorance is a bliss. Yang penting, doakan. Wew, susah ya mendoakan orang yang kita benci? Ya, sangat susah. Banged. Pake D.

Akhirnya sampai ke sebuah pemikiran yang keren :  bisa gak sih doa yang kita panjatkan tadi itu menjadi sebuah terapi untuk menyembuhkan penyakit hati. Bisa kah dengan doa kita mengikis sedikit demi sedikit kebencian padanya, dan hey, siapa tahu bisa mengurangi nyinyirnya dia pada kita. Karena apa? Ya karena energi positif yang kita pancarkan melalui doa itu tadi.  Sekali lagi, bukankah doa orang yang tersakiti itu jauh lebih didengar Allah?

Iyaaaa, susah memang, saya akui. Jangankan benar-benar mengamalkannya. Menuliskan ini pun rasanya gelo kalau orang Jawa bilang. Tapi saya sadar, kalau gak dituliskan, kelak saya pasti bakal lupa. Menuliskan ini pun serupa terapi buat saya, karena ketika saya ‘memutuskan berani’ untuk membaginya, saat itulah saya belajar untuk menerapkannya di kehidupan saya dan keluarga saya.

Jadi, yuk mulai berlatih untuk memperpanjang sujud terakhir, mendoakan orang-orang sekitar kita, orang-orang yang berseberangan dengan kita, orang-orang yang tidak sepemikiran dan sepaham dengan kita, orang-orang dengan seribu satu alasan untuk membenci dan menjatuhkan kita.

Kalau mau lebih jauh dan melebar lagi… Doakan mereka juga  yang sedang mengemban tugas mencari ilmu, orang-orang yang mencari nafkah halal untuk keluarganya, orang-orang baik yang ingin terus menjadi baik, orang yang ingin belajar agama Islam, orang yang ingin tahu tentang Islam, orang yang nyinyir tentang pilihan kita. Agar Allah mempermudah urusan mereka, agar Allah memberkahi usaha mereka, melindungi keluarga mereka, memperbaiki hubungan suami-istri mereka, menunjukkan jalan kebenaran, menerangi dan melembutkan hati para pencari ilmu. Mulai membesarkan hati untuk ikhlas menerima kekurangan masing-masing.

Syukur-syukur ya kalau bonus dari terapi doa ini, kita bisa dengan mudah dan ikhlas memaafkan mereka yang nyinyir dan dengki, memaafkan masa lalu yang tidak bisa kita perbaiki atau ubah lagi, memaafkan mereka yang pernah membengkokkan jalanmu dulu, memaafkan mereka yang pernah membuatmu tersungkur menangis kesakitan dan luka, memaafkan mereka yang pernah menzalimimu dan keluargamu, memaafkan mereka yang pernah memfitnah dan melecehkanmu.  Ya, Allah kan selalu punya cara untuk menyembuhkan sakit umatNya kan? Dan Dia selalu punya cara untuk menjawab doa-doa kita.

Jadi, tidak ada salahnya mencoba. Masih belum berhasil? Coba lagi yuk. Mungkin saja ketika hubungan kita masih saja berbau su’udzon dan nyinyir, itu pertanda hubungan kita dengan Allah masih belum benar. Atau kita kurang khusyuk atau kurang sungguh-sungguh. Coba terus. Karena sejatinya hidup adalah tentang pertanyaan tanpa sudah, pelajaran tanpa henti, dan usaha tanpa lelah. Kapan berhentinya? Saat kain kafan digunting seukuran tubuhmu, tentu saja.


Berat ya kak, tulisan kali ini. Semoga bisa jadi bahan renungan saya – dan kamu, kamu dan kamu, lebih bagus lagi kalau bisa mengaplikasikannya di kehidupan nyata maupun medsos. Jadi, yuk, doakan saya *loooooh* :D

Comments

  1. duh nyesss.....emang kadang lupa punya rem kalo lagi nyinyirin orang ya mbak..makasih sekali lagi kn telah sharing hal-hal yang bermanfaat. dan semoga bibir-bibir kita dijauhkan dari kelelahan untuk mendoakan orang lain, amiiin :")

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin, sama Pritaaa aku pun sering blong remnya heuuu...

      Delete

Post a Comment

Terimakasih yaa sudah mampir dan berkomentar ^^

Popular Posts