Perkara Titipan
Dulu, saya termasuk orang yang
paling sentimentil, apalagi terhadap barang yang menurut saya menyimpan
kenangan, atau ngedapetinnya susah payah sampai harus berkorban banyak untuk
memilikinya.
Kamu juga begitu? Dulu? Atau
masih sampai sekarang? Yaps, manusiawi. Memiliki barang berharga -- dalam
konteks ini berharga dalam hal nilai historisnya ya - itu sudah seperti punya
harta karun yang jangankan orang lain menyentuhnya, anak atau pasangan saja
terkadang gak boleh nyentuh apalagi menggunakannya hahaha...
Tapi sekarang sudah gak begitu
lagi sayanya – uhm kalo gak mau dikatakan sudah jauuuh berkurang yaa.. Sudah
lama sekali. Hey, hidup kan gak terus menerus menawarkan kenyamanan yang bikin
manja kan? Kadang ada saat di mana barang yang begitu kita sayang akhirnya
harus dikorbankan untuk sebuah tagihan listrik yang nunggak 3 bulan, kadang
barang yang dulunya begitu sulit untuk didapatkan akhirnya berakhir di
pegadaian karena selembar surat SP dari sekolah, yang mana si bocah belom bayar
SPP selama 6 bulan. Salahkah? Enggak lah. Selama itu halal, kenapa enggak.
Salah itu kalau uang bayar
rekening listriknya pake nodong orang tua atau ngutang ke tetangga -- masak
bayar utang pake utang? Eh tapi terserah juga sih --- laaah labil. Coba aja
ngomong kayak gini ke saya beberapa tahun yang lalu, yang mana si saya suka
baper dan sentimentil parah.
Itu tentang barang, gimana dengan
teman atau orang dekat? Sama, saya juga termasuk golongan paling baper kalo
masalah teman. Dicuekin teman, langsung curiga jangan2 saya ada salah ngomong
ama dia. Gak diajakin nongkrong di kantin, langsung pundung. Janjian gak
ditepati, marah-marah gak jelas. Makan tuh ati ampela. Ahahahaha...
Tapi itu dulu. Sekarang sama yang
namanya reuni aja seringnya cari alasan gak datang. Kenapa? Ya males aja,
secara udah banyak tahun terlewati, teman yang dulu sebangku sama kita udah
banyak sekali berubah, gak seperti dulu lagi yang kalo hanya dengan kedipan
mata saja dia udah tau kita mau ngomong apa, atau yang hanya dengan dengusan
iseng aja kadang bisa sampe sakit perut ketawanya. Sekarang, definitely beda.
Banget. Sama aja sih, saya juga udah gak sama seperti dulu.
People change. Dan seperti yang pak ayah bilang,
mereka yang berubah adalah mereka yang beruntung, dan lebih beruntung lagi
kalau berubahnya ke arah yang jauh lebih baik. Sekarang, kita punya lingkungan
yang amat sangat berbeda dengan dulu. Orang-orang terdekat kita udah ganti,
yang dulu sahabat, sekarang sudah ganti, ada suami dan anak, yang mana mereka
adalah orang orang pertama yang mesti kita jaga selalu perasaannya. Lha kalo
udah punya anak, emaknya masih cekikikan dan nggosip gaje sama temen-temen di medsos atau dunia nyata,
kebayang gak sih apa yang ada di kepala anak-anak kita? Ih mama streeeeessss batin
Luna hahahaha....
Jadi saya sangat memaklumi kalau
sekarang teman yang dulunya begitu dekat, yang ibarat kata kita bilang A dia
bakal ngebeo bilang A, sekarang jangankan ngobrol, say hello nanya kabar aja
udah jaraaaaang banget. Jangankan dia yang dulu senggolan udah bisa bikin
terbahak-bahak, sekarang ngelike atau komen di fesbuk aja gak pernah – balada emak
sok-sosialita. Sudahlah, gak apa-apa. Gak usah baper atau sentimentil berlebihan, yang penting kita tahu dia baik-baik saja, atau sebaliknya, kita terlihat baik-baik saja, ya gak apa-apa. Betul? Because sometimes, with
some people, peace comes from not being together.
Kejadian mama meninggal setahun
yang lalu, jadi titik balik saya. Saat itu (dan sampai sekarang) saya sedih
sesedih-sedihnya. Tiap hari saya nangis kalau masuk rumah mama, atau saat
dengar lagu melo, atau saat dengar surah Ar-Rahman yang notabene dulu sering
sekali saya lantunkan di samping mama saat beliau koma. Selalu berurai air
mata. Kangen sekali. Hati saya patah, karena mama itu di akhir hidupnya ingin
sekali pulang ke Tanjung tapi anak-anaknya tidak mengizinkan – mama sedang
dalam perawatan :’(
Ya, boleh dibilang itu titik
tolak saya meninggalkan segala ke-sentimentilan saya terhadap barang dan teman
(yang saya anggap berharga – dulunya). Sudahlah ya, kalau Allah mau ambil
apa-apa yang Dia titipkan ke kita, kita bisa apa? Anak, suami, istri, orang
tua, semua titipan. Apalagi ‘hanya’ sekedar barang atau teman biasa? Oh ya,
gampang bingit ya ngomong begitu, tapi memang begitu adanya. Mama yang dulunya
saya yakini akan selalu sehat dan bisa menyaksikan anak-anak saya tumbuh besar
dan sehat, menjadi apa-apa yang mereka cita-citakan, ternyata lebih dulu pergi.
Allah jauh lebih sayang mama daripada saya, betul? Ya betul. Allah lebih berhak
daripada saya? Ya iyalah.
.....people change. Berubah,
atau malah pergi?
Kalau pak ayah bilang, selama itu
urusan duniawi, selama itu bukan neraka, maka itu tak mengapa. Hadapi, selama
iman tidak ikut-ikutan terkikis, it’s OK.
Totally OK!
Jadi teman, kalau sewaktu-waktu
kamu sedih karena terpaksa menjual barang atau kehilangan, gak apa-apa sedih,
tapi sebentar saja, itu hanya titipan. Atau saat kamu berselisih dengan
sahabatmu, dan akibatnya dia menjauh dan perlahan menghilang dari kehidupanmu,
gak apa-apa, itu juga titipan. Atau saat kamu kehilangan mereka yang kamu
begitu cintai, gak apa-apa bersedih, tapi jangan lama-lama, karena mereka pun
titipan. Cukup simpan baik-baik kenangan akan mereka di dalam ruang yang
orang-orang tidak perlu tahu sedalam apa kesedihan dan kerinduan kita, di dalam
hati. Masih sedih juga? Ada sajadah, sujud dan tumpahkan semua pada-Nya. Kamu
Islam kan?
Karena, suatu ketika, kita pun
akan menyusul, meninggalkan mereka yang mencintai kita. Kenapa? Karena kita
pun, hanya titipan.
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang
khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46)
jadi inget dua tahun lalu pernah berselisih sama teman,yang dari dulu akrab dan belum pernah berselisih. Setelah itu,saya menjauh,bukan karena apa,tapi takut malah nanti merusak segalanya..jadi,cukup disimpan semua kenangan indah di dalam ruang rahasia ya....melow baca ini^^
ReplyDelete*peluuukkkk mbak Hana*
DeleteBaru mampir lagi nih ..
ReplyDeleteMakin banyak kejadian yang kita alami, makin (dipaksa) kita menata hati yaa...
Aku malah pas Ibuku meninggal aku nggak lhat jasad beliau sama sekali, dan dalam benakku Ibuku masih di kampung lagi sibuk dengan masakan atau rajutan beliau.
sama mbak titi, aku pun gak liat jasad mama, jadi apa yang ada di kepalaku adalah mama yang masih sehat ----- lalu tetiba gak ada lagi :(
Deletepeople change, life happens. aku juga udah jarang baper sama yg sudah berlalu, rugi
ReplyDeletesetujaaaaa
Deletembak, this post is calm me down. baru aja 'keilangan' (yang ngaku2) teman, tapi malah finah aku ke orang lain. krn org lain itu ga percaya aku begitu, jadi dia cerita dan konfirmasi ke aku. just like u do, he calmed me down. they calmed down. everyone, except this kinda friend, calmed me down. thank you for just makes us sure, kalo kita semua ini titipan. semoga mbak puji sekeluarga diberi kesabaran dan ketabahan luar biasa supaya bisa sharing terus ya mbaak :) peluk*
ReplyDeletealhamdulillah :) *peluuukkk Prita*
Delete